HIDUP seimbang, jauh dari stres,dan menjaga pola makan adalah kunci mencegah psoriasis agar tidak kambuh.Mungkinkah Anda hidup tanpa stres? Rasanya mustahil. Kehidupan pasti dipenuhi pasang surut masalah yang dapat memicu stres. Jangankan orang dewasa, anak-anak pun bisa dilanda stres.
Sebut saja Prameswari (13 tahun). Layaknya remaja seusianya, siswi kelas 1 SMP ini juga kerap merasakan stres manakala musim ujian sekolah tiba. Namun, sejak kecil gadis manis ini telah terlatih dalam mengelola emosi agar jangan sampai stres. Ini terkait psoriasis, kelainan kulit yang dideritanya sejak lahir dan bersifat hilang-timbul (residif).
"Stres itu yang paling sering memicu psoriasisku kumat, biasanya pas mau ujian sekolah. Untuk meredamnya biasanya aku bermain atau nonton TV beberapa lama," ungkap gadis yang akrab disapa Ires.
Psoriasis merupakan sejenis kelainan kulit menyebabkan penderitanya mengalami proses pergantian kulit terlalu cepat. Kulit manusia sebagai jaringan hidup normalnya akan berganti dalam rentang 28-30 hari. Namun, pada penderita psoriasis, proses pergantian kulit bisa berlangsung sangat cepat, yaitu sekitar 2-4 hari. Akibatnya kulit jadi menebal seperti bertumpuk atau tampak bersisik.
Ires mengisahkan, dirinya terdiagnosis psoriasis sejak lahir. Awalnya hanya berupa bercak merah di perut. Menginjak usia 7 tahun, Ires telah hidup dengan psoriasis yang tersebar di seluruh area badannya.
"Kalau mau kumat dan lagi basah itu rasanya sakit, sampai kadang harus dikompres antiseptik. Saat mengering kadang terasa gatal," tutur siswi SMP Bhakti Prima, Pamulang.
Beberapa minggu terakhir, Ires mengeluhkan nyeri di bagian belakang lutut. Rasa nyeri itu bahkan menyebabkan bungsu dari empat bersaudara ini kesulitan berjalan hingga terpincang-pincang. "Dugaan sementara aku kena artritis psoriatik," sebut Ires sambil tetap tersenyum tegar.
Menurut ahli reumatologi, dr Cecilia R Padang PhD FACR, sekitar 30 persen dari penderita psoriasis akan terkena artritis psoriatik. "Pasien dengan psoriasis pada kulit, setelah satu tahun berpeluang 1,7 persen terkena artritis psoriatik. Setelah 20 tahun, risikonya bisa meningkat lima kali lipat," jelas Cecilia dalam seminar awam "Stop Psoriasis" di Club House Senayan Jakarta, pekan lalu.
Gejala yang timbul pada artritis psoriatik mirip gejala rematik biasa. Sendi meradang sehingga terasa nyeri, bengkak dan kaku. Keluhan pada sendi ini bisa bersamaan dengan gangguan degeneratif sehingga kadang penderita menduga-duga: ini sekadar pengapuran tulang, keropos tulang, ataukah artritis psoriatik?
Adapun beberapa karakter artritis psoriatik di antaranya nyeri dan berkurangnya pergerakan sendi, terutama pada sendi kecil ujung jari tangan dan kaki (bisa disertai perubahan warna kuku), dan adakalanya mengenai tulang belakang. Kekakuan sendi biasanya terjadi pada pagi hari. Selain itu, psoriasis luas pada kulit kepala juga dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
Jika beragam keluhan tersebut mulai terasa, penderita hendaknya segera memeriksakan diri sebelum sendi-sendinya telanjur keropos. "Peradangan yang terus-menerus bisa menimbulkan erosi tulang, sehingga lama-lama terkikis habis dan menyebabkan kecacatan. Ada pula yang disebut telescopic finger, yaitu jari bisa ditarik sampai panjang karena tulangnya sudah lepas," ujar Cecilia.
Wanita yang meraih gelar doktor dari University of Melbourne, Australia, itu mengungkapkan, artritis psoriatik umumnya timbul pada usia 30-55 tahun, tapi tak mustahil terjadi pada anak-anak. Faktor pemicunya antara lain perlukaan pada kulit, reaksi terhadap obat dan vaksin, stres, alkohol, gizi buruk, paparan sinar ultraviolet berlebih, serta iritasi bahan kimia seperti desinfektan dan tiner cat.
"Sulit untuk mencegah timbulnya artritis psoriatik. Yang bisa kita lakukan adalah menghindari pemicunya. Jika sudah telanjur terjadi, selain pengobatan medis penderita dapat melakukan olahraga minim benturan seperti renang dan jalan santai guna mencegah progresivitas penyakit," saran Ketua Yayasan Peduli Psoriaisis Indonesia, dr Danang SpKK.
Posting Komentar